Tantangan
 menembus Laos Negara yang juga menganut paham komunis sungguh nyata 
didepan mata mengetes mental dan semangat saya dalam petualangan di 
indochina, benar benar seperti tragedi plus uji nyali. Memasuki Laos 
seperti berada diplanet lain mirip Vietnam, bahasa dan aksaranya berbeda
 juga wajah penduduknya hampir – hampir sama sungguh membuat saya 
sedikit shock. Tapi disinilah indahnya traveling, menjadi tantangan tersendiri untuk bisa meresapi dan menikmati budaya dan kehidupan warganya dari dekat. 
Cerita Ini dimulai saat saya membeli tiket Bus antar Negara dari Hanoi
 menuju Vientiane ibu kota laos saya bayar 23 USD hasil tawar menawar 
dengan salah satu agen bus di Old Quarter yang berada dipusat Kota Hanoi, tarif berbeda mereka kenakan terhadap wisatawan eropa dan amerika sekitar 30-40 USD. Perjalanan lintas negara ini menggunakan Sleeper Bus,
 Bus yang tidak pernah saya jumpai di Republik Uye. 
Sungguh waktu yang 
panjang tidak terasa membosankan dengan bus ini, karena setiap penumpang
 bisa tidur selonjoran disetiap bangku yang sudah didesain seperti 
tempat tidur lengkap dengan bantal dan selimutnya. Uniknya sebelum naik 
ke atas bus, seluruh penumpang diwajibkan membuka sepatu atau alas kaki 
dan menyimpannya didalam pelastik yang telah disediakan seperti saat 
kita mau masuk Masjid ada batas sucinya, jadi kondisi didalam bus steril
 dan nyaman, tapi sedkit aneh buat saya, hehe..
 
( Suasana didalam Sleeper Bus. Semua enjoy dengan posisi masing-masing ) 
Saat berada diterminal bus Kota Hanoi ada 2 traveler yang wajahnya mirip  melayu memperhatikan
 saya dan tas ransel yang saya kenakan, setelah beberapa saat akhirnya 
salah seorang dari mereka menghampiri saya dan bertanya “dari indonesia 
ya? “ iya” jawab saya,, “saya Ikbal dari malaysia bersama teman saya 
Azam sambil memperkenalkan diri” . Ternyata dari tadi mereka 
memperhatikan merk ransel yang saya gunakan Eiger, dan mereka cukup 
familiar dengan Eiger peralatan outdor buatan bandung-indonesia. Selamat lah saya punya teman dengan bahasa yang hampir sama tapi beda sejarah, cukup terhibur dengan bahasa melayu lidah saya tidak kaku lagi.
 Bus
 pun meluncur membelah malam dari terminal dipusat kota hanoi pukul 
08.00 malam waktu komunis, dan sopirnya masih tetap setia mengangkut 
penumpang disetiap pemberhentian bus. Didalam sleeper bus semua 
penumpang terlelap dengan mimpinya masing-masing dan saya masih terjaga 
bersama malam yang selalu menjanjikan untuk dinantikan. Sambil melihat 
kawan baru dari Malaysia sedang bermain kartu poker guna membunuh waktu 
didalam perjalanan.
 
 (Killing time, membunuh waktu sembari bermain kartu bersama teman baru diperjalanan )
 
(Suasana pagi hari diperbatasan imigrasi Vietnam menuju Laos. Masih diselimuti kabut tebal. brrrrgg.. )
Paginya
 sekitar pukul 09.00 masih waktu komunis, bus berhenti disebuah pos jaga
 dan saya terbangun oleh hawa dingin yang menggigit, cukup membuat 
daging mengkerut. Cuaca diluar diselimuti kabut tebal jarak pandang 
hanya sekitar 15-20 meter sisanya tertutup kabut. Dan ternyata kami 
sudah sampai di perbatasan imigrasi  Vietnam menuju Laos. Semua penumpang di haruskan turun oleh sopir bus untuk pengecekan dokumen imigrasi, saya dan teman dari malaysia berjalan kaki menuju imigrasi Vietnam untuk pengecekan passport.
 
( Suasana di pos imigrasi Vietnam, wisatawan antri untuk pengecekan passport untuk meninggalkan Vietnam )
Setelah passport saya serahkan ke petugas imigrasi, tak 
lama kemudian nama saya dipanggil dan diminta membayar 25 ribu dong atau
 sekitar 12 ribu rupiah, meskipun sebenarnya info dari kedutaan Vietnam di Jakarta gratis tapi ya sudahlah cuma 12rb Rupiah ini pikir saya.
 Karena mata uang dong saya sudah habis saya memberikan satu lembar 
pecahan 1 USD dan diterima dengan senyum oleh petugas imigrasi Vietnam 
lalu “cetookk”  passport saya distempel untuk bisa meninggalkan Negara komunis tersebut.  
 
( Petugas imigrasi Vietnam sedang mengecek satu persatu passport wisatawan )
Berjalan kaki menuju pos imigrasi Laos cukup membuat badan kembali hangat meski cuaca diselimuti hawa dingin, sekitar 10 menit berjalan kaki saya tiba di pos imigrasi Laos untuk pengecekan passport dan visa on arrival bagi wisatawan asing. Bagi traveler Asia Tenggara free (bebas biaya masuk) untuk visa tinggal sebulan. Namun di Imigrasi laos petugas masih meminta kutipan 3 USD lebih besar dari imigrasi Vietnam, saya tak tahu untuk apa tapi karena saya tamu di Negara tersebut maka saya pun harus mengikuti aturan tuan rumah dan berusaha menjadi tamu yang baik, maka uang 3 USD saya keluarkan dari dalam dompet dengan muka kecut (^.*). 
 
( Semua penumpang diwajibkan turun berjalan kaki keluar dari Negara Vietnam untuk masuk Ke laos, sekitar 10 menit berjalan kaki.)
Sambil
 menunggu pemeriksaan imigrasi selesai saya berjalan disekeliling kantor
 imigrasi laos yang letaknya ditengah hutan dataran tinggi masuk dalam wilayah Nam Phao kota kecil diperbatasan Laos yang juga bersebelahan dengan Republik Rakyat Cina.  Setelah pemeriksaan imigrasi selesai,
 semua penumpang kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan ke kota 
Vientiane Ibu Kota Laos yang masih sekitar 9 jam perjalanan.
 
( Kantor Imigrasi Laos yang letaknya persis ditengah hutan kota kecil Nam Phao.)
Pemandangan di kiri kanan jalan selama 2 jam didominasi 
oleh sungai dan pegunungan, sehingga kondisi lelah dan gelisah 
terkonversi menjadi suasana petualangan mirip mirip sharina, (wkekekkk..) Dan memang lalu lintas didaerah perbatasan sangat sepi hanya beberapa kendaraan yang lewat menambah suasana tegang perjalanan.  
 
( Pemandangan pegunungan setelah masuk Imigrasi Laos, menyejukan mata.)
Puncaknya saat bus kami mengalami  pecah ban entah di KM berapa yang jelas masih jauh dari kota Vientiane, waktu menunjukan pukul 12 siang dan suasana disekitarnya
 hanya terdapat beberapa rumah penduduk selebihnya tanah gersang 
diselimuti padang rumput tandus serta semak belukar. Saya bertanya 
kepada sopir, How long time to Vientiane? Sambil garuk garuk kepala si sopir yang orang Vietnam mengacungkan enam jarinya, menggunakan bahasa isyarat lebih kurang sekitar 6 jam perjalanan lagi, lengkap sudah..! 
 
( Dijalan ini detik-detik sebelum Bus yang saya tumpangi mengalami pecah ban)
Saya pun terpaksa menunggu 
sambil melihat kenek dan sopir mengganti ban serep yang sudah disiapkan,
 dan ajaibnya ban serep yang semestinya menjadi penyelamat justru tidak 
bisa digunakan karena sudah masuk masa pensiun alias ban reject yang 
tidak layak pakai. Lalu..? dalam keadaan pasrah, gerah karena cuaca yang
 panas ditambah daerah yang sepi ditengah gurun laos saya dipaksa 
menerima keadaan tidak nyaman ini sambil terus menunggu bantuan dari 
bengkel terdekat, yang dekatnya 3 jam lebih baru datang pertolongan 
itu.. OMG !. Setelah menunggu selama 3 jam akhirnya mobil pick up datang
 membawa ban serep pengganti dan bus pun kembali meluncur menuju 
Vientiane persis jam 3 sore lebih sedikit. 
  
( Ganasnya jalan laos dengan aspal yang panas ditambah cuaca terik membuat bus mengalami pecah ban.)
Didalam bus saya memilih tidur sambil menahan sedikit rasa
 lapar karena belum makan dari pagi hanya sedikit bekal pisang, snack 
dan roti yang saya beli di Hanoi tapi cukup membantu. Saran buat 
traveler buah pisang sangat berguna untuk bekal perjalanan jauh 
menggunakan bus selain murah kaya kandungan serat, vitamin dan mineral 
juga mengenyangkan. Saya terbangun dengan bunyi klakson yang ramai saat 
bus berhenti di southern bus terminal (terminal dok-dok) ditengah kota 
Vientiane. Hari sudah gelap dan jam menunjukan pukul 8 malam, berarti 
sekitar 24 jam persis saya berada di dalam bus, piuuffh.. Kemudian saya 
bertanya kepada kawan ikbal dari Malaysia apakah  langsung
 melanjutkan perjalanan ke kota Luang Prabang atau menginap di Kota 
Vientiane. Sebab saya juga tidak lama di kota ini karena tujuan 
selanjutnya sudah dekat, Bangkok !
  
(Pemandangan malam hari disisi sungai mekong di daerah Namphaw Fountain di jalan Setthathirath road. )
karena lelah bercampur lapar dan
 sudah seharian berada didalam bus, sedikit mabok darat juga akhirnya 
mereka memutuskan menginap semalam di Vientiane untuk besoknya 
melanjutkan perjalanan ke Luang Prabang. Tanpa membuang waktu saya 
langsung setuju dan ikut menginap dengan pertimbangan bisa share biaya 
kamar untuk bertiga jadi lumayan irit. Kami pun naik tuk-tuk dengan 
membayar 2 USD/orang dari terminal dok-dok menuju area turis yang 
berpusat di Namphaw Fountain di jalan Setthathirath road persis di sisi 
sungai Mekong Kota Vientiane. Saya lupa nama hostelnya, kami dapat 
privat room 12 USD/malam dibagi tiga, satu kamar terdapat tiga ranjang 
pas buat kami bertiga. Setelah mandi dan bersih-bersih kami lalu mencari
 makan malam di pesisir sungai Mekong sambil bercerita pengalaman 
perjalanan selama di Vietnam.
  
(Bangunan yang menyerupai kuil berada didalam taman pesisir sungai mekong.)
Meskipun
 Vientiane merupakan Ibu Kota dari Negara Laos tapi pariwisata di kota 
ini kurang berkembang, masih dibawah Luang Prabang yang lebih menawarkan
 banyak pilihan destinasi wisata. Dan juga karena waktu yang sedikit 
saya melewatkan objek wisata di Kota Vientiane seperti Patuxai Gate 
sebuah tempat yang mirip dengan Arc de Triomphe di Paris, juga kompleks 
candi Pha That Luang sebuah bangunan candi kuno dengan emas yang 
menyelimuti pagodanya. 
Esok
 paginya sekitar jam 10 saya kemudian diantar oleh Ikbal dan Azham 
menggunakan sepeda yang kami sewa di hostel tempat kami menginap menuju 
central bus station, terminal khusus dipusat  kota Vientiane untuk menuju Nongkhai atau Udon Thani di wilayah Thailand yang tidak jauh dari hostel kami menginap sekitar 15 menit naik sepeda. Dan saya pun membeli tiket bus Vientiane-Nongkhai (Thailand) seharga 17 ribu rupiah, kurang lebih 2 jam perjalanan hanya sekedar transit di Nongkhai lalu kemudian menuju Bangkok. 
 
(central bus station, tempat kami berpisah untuk melanjutkan perjalanan 
masing-masing, saya menuju Bangkok kawan itu menuju Luang Prabang masioh
 di Negara Laos.)
Bersambung.., sampai ketemu di Bangkok..!

 Sumber: Penjaga keamanan museum ho chi minh sedang apel untuk pertukaran shift jaga
 Taman cantik di old quarter menambah kesan klasik suasana kota.
 Danau Hoan Kiem ditengahnya terdapat kuil tua  yang masih terawat sampai sekarang.
Pemandangan danau hoan kiem saat malam tiba dipenenuhi lampu warna warni
 Narsis dikit, boleh ya.. wkkkk
 Patung Lenin, tokoh sentral komunis Uni Soviet yang menjadi teman dekat Ho chi minh melawan Amerika dan temannya.
 Jung, tempat saya menginap semalam berlabuh di halong bay.



 Pemandangan diluar kapal, menemani makan siang yang lain dari biasanya.. barokallah.
 kampung terapung ditengah halong bay, damai banget suasananya dijamin betah tinggal disini.
 main kayak dengan suasana halong, serasa berada di film-film china tempoe dulu. hehe..]
 kapal-kapal yang berlabuh di halong bay sambil memanjakan para wisatawan.]
 Dekorasi kamar didalam kapal, gak kalah sama hotel bintang 3 ditambah kamar mandi dengan air panas., mantaab dah.
 Minum kopi khas vietnam didepan old quarter backpacker hostel bersama teman lokal hanoi. teman baru dikota baru, asooyy.
 
Suasana bandara Tan son nhat Ho chi minh 
city, ga pake sistem antrian semua berebut untuk dapat taksi Vinasun or 
Mailinh. kocak ya.. wkkk





Salah satu lubang bunker yang hanya bisa dimasuki oleh tentara vietkong karena ukurannya yang kecil.


